Idul Fitri
‘Kembali
ke Suci’
Setelah melewati bulan yang penuh rahmat dengan melaksanakan
berbagai macam ibadah dan mengeluarkan zakat fitrah kita berarti kembali suci
seperti bayi yang tidak punya dosa. Tidak salah jika Idul Fitri dianggap
sebagai hari simbol kemenangan dalam memerangi hawa nafsu.
Idul fitri adalah hari yang penuh kebahagiaan. Rasulullah
saw membahasakannya dengan ungkapan “Hari untuk makan-makan dan minum” (yauma
aklin wa syurbin). Bergembira bukan dalam arti bebas mengumbar kesenangan.
Gembira dalam hari raya artinya mengekspresikannya dalam bentuk syukur secara
konkrit dengan membantu kaum dlu’afa serta mengumandangkan takbir dan
tahmid. Kita jangan lupa, dibalik hari kegembiraan itu pasti diantara saudara
kita – walaupun di tempat yang jauh – ada yang tidak merasakan bahagianya hariraya.
Kisah dan Renungan
Di tengah kegembiraan suasana hari raya, Khalifah Umar bin
Abd Aziz, menemukan seorang anak yang berpakaian lusuh duduk sendiri, tidak
bergembira sebagaimana teman-temannya yang lain. Melihat pemandangan ini, Umar
bin Abd. Aziz terenyuh sampai menangis. Ia mendekat kepada anak itu.
“Mengapa engkau menangis?” Tanya anak itu.
“Aku khawatir hatimu akan merana bila melihat teman-temanmu
pada bergembira dan berbaju baru,” jawab khalifah.
Anak itu kemudian berkata, “Wahai Amirul Mu’minin,
sesungguhnya hati yang merana adalah mereka yang tidak mendapat ridha orang tua
dan menyakiti keduanya. Sedangkan saya hanya menginginkan keridhaan Allah
dengan sebab keridhaanmu.”
Mendengar jawaban anak itu, Umar merasa haru dan
merangkulnya serta mengecup kedua keningnya. Di kemudian hari anak itu
menjadiorang yang sangat zuhud.
Cerita anak tadi hanya gambaran kecil bahwa di sekeliling
kita banyak kelompok yang kurang beruntung dalam bentuk yang sangat beragam
yang membutuhkan uluran tangan. Realitas yang terjadi sekarang, figure-figur
seperti Khalifah Umar bin Abd. Aziz yang sangat peduli pada kaum yang lemah
sudah semakin langka.
Dalam suasana gembira hari raya, ada kata-kata bijak yang
patut kita renungi:
ليس العيد لمن لبس الجديد انما
العيد لمن طاعته تزيد
ليس العيد التجمل باللباس والمركوب انما
العيد لمن غفرت له الذنوب
“Hari raya bukanlah milik mereka yang berpenampilan serba
baru, tapi untuk mereka yang selalu menambah ketaatannya.
Hari raya bukan pula milik mereka yang menghiasi diri
dengan pakaian dan kendaraan bagus, namun adalah milik meraka yang diampuni
dosanya.”
Dikutip dari Buku Menuju Puasa Paripurna (Puasa, Zakat dan
Seputar Ramadhan)
0 komentar:
Posting Komentar